Reog Ponorogo Budaya dari Ponogoro
Reog Ponorogo, dari namanya saja kita bisa mengetahui bahwa tarian ini berasal dari Ponorogo lebih tepatnya di provinsi Jawa Timur. reog Ponorogo adalah budaya yang harus kita budayakan. Tarian ini merupakan tarian asli dari Indonesia, tapi ada juga yang membilang bahwa tarian ini masih berbau mistis.
Tarian ini biasanya hanya ditampilkan dia acara -acara khusus, dikarenakan bila mau menampilkan tarian ini orang harus rela mengeluarkan uang yang cukup banyak atau biayanya cukup mahal, biasanya orang menampilakan tari ini hanya di pernikahan dan juga khitanan kadang juga di acara tahunan.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
Ceritanya sang raja bersifat jahat dan juga serkah kepada rakyatnya, hal ini membuat seorang Ki Ageng Kutu marah kepada sang raja. Apalagi didapati permaisuri sang raja yang keterunan cina mempunyai pengaruh kuat pada kerajaan. Selain itu, sahabat permaisuri yang masih keturunan Cina mengatur segala gerak-geriknya. Saat itu Ki Ageng Kutu berpendapat, kekuasaan kerajanan Majapahit akan segera berakhir jika hal ini terus dibiarkan begitu saja. Kemudian dia akhirnya meninggalkan sang raja dan mendirikan sebuah perguruan yang didalamnya mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri kepada anak-anak muda. Dia berharap, kelak anak-anak muda ini akan membuat kebangkitan kerajaan Majapahit seperti sedia kala dan bisa melawan terhadap kerajaan Bhre Kerthabumi.
Namun Ki Ageng Kutu juga menyadari, pasukan yang dia bangun masih terlalu kecil dan belum terlalu kuat untuk mmelakukan perlawanan terhadap pasukan kerajaan. Oleh karenanya, Ki Agung hanya mampu memanfaatkan kepopuleram Reog. Seni Reog ini dimanfaatkan oleh Ki Agung sebagai sarana untuk mengumpulkan massa sebagai perlawanan terhadap kerajaan. Selain itu, hal ini dilakukan oleh Ki Agung sebagai sarana komunikasi utuk menyindir penguasa pada waktu itu.
Dalam pertunjukan Reog, ditampilkan sebuah topeng berbentuk kepala singa yang biasa dikenal “Singa Barong”. Selanjutnya ada juga topeng yang berbentuk raja hutan yang dijadikan simbol untu Kerthabumi. Di atas topeng-topeng itu ditancapkan pula bulu-bulu merak sehingga seperti kipas raksasa yang melambangkan pengaruh kuat para kerabat cinanya.
Jatilan dimainkan oleh kelompok penari gemblak yang menunggani kuda-kudaan yang menjadi lambang kekuatan pasukan kerajaan Majapahit. Hal ini menjadi perbandingan terbalik dengan kekuatan warok yang meraka memakai topeng badut merah yang menjadi lambang Ki Ageng Kutu. Jathilan sendiri adalah tarian yang menceritakan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih, tokoh ini disebut dengan Jathil. Sedangkan warok adalah orang yang mempunyai tekad suci yang memberikan perlindungan dan tuntunan tanpa mengharap pamrih.
Tarian ini biasanya hanya ditampilkan dia acara -acara khusus, dikarenakan bila mau menampilkan tarian ini orang harus rela mengeluarkan uang yang cukup banyak atau biayanya cukup mahal, biasanya orang menampilakan tari ini hanya di pernikahan dan juga khitanan kadang juga di acara tahunan.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya.
Sejarah Reog Ponoro
Banyak cerita yang berbeda-beda akan sejarah Reog Ponorog itu diciptakan, namun cerita yang sering didengar adalah cerita tentang pemberontakan dan perlawanan seorang abdi kerajaan yang bernama ki Ageng Kutu Suryonggalan pada masa kerajaan Majapahit Bhre Kerthabumi. Bhe Kertabumi itu sendiri adalah raja Majapahit yang berkuasa sekitar abad ke-15.Ceritanya sang raja bersifat jahat dan juga serkah kepada rakyatnya, hal ini membuat seorang Ki Ageng Kutu marah kepada sang raja. Apalagi didapati permaisuri sang raja yang keterunan cina mempunyai pengaruh kuat pada kerajaan. Selain itu, sahabat permaisuri yang masih keturunan Cina mengatur segala gerak-geriknya. Saat itu Ki Ageng Kutu berpendapat, kekuasaan kerajanan Majapahit akan segera berakhir jika hal ini terus dibiarkan begitu saja. Kemudian dia akhirnya meninggalkan sang raja dan mendirikan sebuah perguruan yang didalamnya mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri kepada anak-anak muda. Dia berharap, kelak anak-anak muda ini akan membuat kebangkitan kerajaan Majapahit seperti sedia kala dan bisa melawan terhadap kerajaan Bhre Kerthabumi.
Namun Ki Ageng Kutu juga menyadari, pasukan yang dia bangun masih terlalu kecil dan belum terlalu kuat untuk mmelakukan perlawanan terhadap pasukan kerajaan. Oleh karenanya, Ki Agung hanya mampu memanfaatkan kepopuleram Reog. Seni Reog ini dimanfaatkan oleh Ki Agung sebagai sarana untuk mengumpulkan massa sebagai perlawanan terhadap kerajaan. Selain itu, hal ini dilakukan oleh Ki Agung sebagai sarana komunikasi utuk menyindir penguasa pada waktu itu.
Dalam pertunjukan Reog, ditampilkan sebuah topeng berbentuk kepala singa yang biasa dikenal “Singa Barong”. Selanjutnya ada juga topeng yang berbentuk raja hutan yang dijadikan simbol untu Kerthabumi. Di atas topeng-topeng itu ditancapkan pula bulu-bulu merak sehingga seperti kipas raksasa yang melambangkan pengaruh kuat para kerabat cinanya.
Jatilan dimainkan oleh kelompok penari gemblak yang menunggani kuda-kudaan yang menjadi lambang kekuatan pasukan kerajaan Majapahit. Hal ini menjadi perbandingan terbalik dengan kekuatan warok yang meraka memakai topeng badut merah yang menjadi lambang Ki Ageng Kutu. Jathilan sendiri adalah tarian yang menceritakan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih, tokoh ini disebut dengan Jathil. Sedangkan warok adalah orang yang mempunyai tekad suci yang memberikan perlindungan dan tuntunan tanpa mengharap pamrih.
Komentar
Posting Komentar